JAKARTA (Pos Kota) – Gotong-royongnya merupakan modal kuat dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan. Ini prinsip ekonomi syariah.
“Ekonomi syariáh terbukti mampu melewati badai krisis di berbagai belahan dunia. Sementara ekonomi yang ‘kurang beretika’ rontok di perjalanan,” kata Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Adi Pramana, Kamis (8/10).
Menurutnya, asuransi syariah itu sendiri dengan prinsip dan asas saling tolong menolong dan saling melindungi di antara sesama peserta selayaknya diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang sustainable terhadap perubahan zaman. Ini menjadi tantangan untuk mengembangkan ekonomi syariah.
Saat ini merupakan momentum untuk lebih mencermati secara cerdas sistem ekonomi yang digunakan dalam asuransi syariah.
Secara financial, asuransi syariah juga memberi keuntungan. Secara sosial, asuransi syariah juga turut membantu sesama, baik yang terlibat dalam transaksi maupun yang tidak.
Bahkan secara religi, lanjut dia, asuransi syariah dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariah, memberi ketentraman bagi pesertanya.
Sebab asuransi syariah dimotori oleh organisasi yang menjalankan roda usahanya dengan norma kesantunan, etika, empati, simpati dan transparansi.
Untuk memberi jaminan bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil, pelaku asuransi syariah melalui Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia bekerja sama dengan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah guna memberikan perlindungan atas tempat usaha dan modal usaha dari berbagai risiko seperti kebakaran.
Asuransi syariáh dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariáh menjadi sistem ekonomi non-ribawi, yang akan mengantar masyarakat menjadi jauh lebih bermartabat, lebih bersyukur dan menjadi lebih berkah.
Sebagai pelengkap dari kekuatan ekonomi kerakyatan adalah kebijakan pemerintah yang pro terhadap ekonomi kerakyatan itu sendiri.
Sejauh ini, ia menegaskan belum ada lembaga keuangan syariáh yang dimiliki oleh pemerintah. Kalaupun ada, unit syariáh atau lembaga keuangan syariáh merupakan anak perusahaan dari BUMN.
sumber : http://poskotanews.com/2015/10/09/ekonomi-syariah-terbukti-mampu-lewati-krisis/
Menurut analisis saya, terdapat kesalahan penggunaan EYD dalam berita di atas, antara lain:
1. Penggunaan kata sustinable harusnya huruf italic atau miring, karena kata tersebut merupakan kata serapan
2. Kesalahannya masih sama seperti poin 1. Penggunaan kata financial harusnya huruf italic atau miring, karena kata tersebut merupakan kata serapan atau jika tidak italic, bisa mengganti kata tersebut menjadi finansial
3. Kata non-ribawi seharusnya tidak diberikan tanda penghubung "-" setelah kata non. Karena tanda tersebut digunakan ketika kata non disambung dengan kata yang diawali huruf kapital
No comments:
Post a Comment